Meski Riau dikenal sebagai daerah penghasil CPO terbesar di
Indonesia, dimana pada tahun 2012 saja pajak ekspor CPO dari Riau mencapai Rp13
triliun, namun sampai saat ini Riau tidak mendapatkan apa-apa dari pajak ekspor
CPO tersebut.
Hal inilah yang mendorong Pemerintah provinsi Riau mendesak
pemerintah pusat merevisi Undang-undang Nomor 33/2004 tentang Perimbangan
Keuangan Pusat Daerah. "Kita mendesak agar UU tersebut direvisi,"
ungkap Kepala Dinas Perkebunan Riau, Zulher, Kamis (19/12) di Pekanbaru.
Kenapa UU No.33/2004 itu harus direvisi? Menurut Zulher, UU
tersebut yang mengatur dana bagi hasil (DBH) dari sumber daya alam. Disana
disebutkan sumber daya alam itu adalah sektyor kehutanan, pertambangan umum,
perikanan, pertambangan minyak bumi, pertambangan gas bumi dan pertambangan
panas bumi.
Sedangkan sub sektor perkebunan tidak disebutkan sebagai
salah satu sumber DBH. "Padahal ekspor CPO sebagai salah satu komoditas
sub sektor perkebunan sangatlah besar. Lihat saja pada tahun 2012, pajak ekspor
CPO Indonesia mencapai angka Rp29 triliun," ujarnya.
Dari angka itu, menurut Zulher, pajak ekspor CPO dari Riau
mencapai Rp13 triliun. "Namun kita tidak dapat apa-apa dari pajak ekspor
CPO itu. Karena itu kita akan berjuang agar pemerintah pusat mau merevisi UU
tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah itu," tandasnya.
Dia menilai, Riau bersama 17 provinsi penghasil sawit harus
serius memperjuangkan DBH pajak ekspor sawit itu. Perjuangan harus dilakukan
secara bersama-sama agar aspirasi ini didengar oleh pemerintah pusat.(rgi/ad)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !