Tenas Effendi |
Lembaga
Adat Melayu (LAM) Riau mengeluarkan warkah amaran tentang kebakaran hutan dan
lahan (Karhutla) yang beberapa waktu lalu sempat menimbulkan asap di Riau.
Di sini,
aparat hukum diminta menindak semua yang terlibat dan hendaknya Karhutla
dijadikan agenda penting dan prioritas.
Warkah ini
bernomor B-80/LAMR/IV/2014 berisi lima butir amaran dan ditandatangani Ketua
Umum Majelis Kerapatan Adat (MKA) LAMR, Tenas Effendi dan Ketua Umum Dewan
Pengurus Harian (DPH) LAMR, Al azhar, dikeluarkan 21 April 2014.
Butir
pertama berbunyi, masalah Karhutla di Riau hendaknya dijadikan sebagai agenda
penting daerah dan nasional serta pemerintah hendaknya melakukan hal-hal yang
patut dilakukan secara sistematik untuk menjamin, agar bencana asap tidak
terulang lagi di Bumi Lancang Kuning.
Kedua,
aparat penegak hukum hendaknya menindak tegas semua pihak yang terlibat dalam
pembakaran lahan yang telah menimbulkan bencana asap, tidak hanya orang-orang
kecil, tapi oknum pengusaha, aparat, politisi dan birokrasi yang terlibat baik
secara langsung maupun tidak.
Ketiga,
tindakan hukum kepada pihak yang terlibat hendaknya disesuaikan dengan
kejahatan luar biasa yang dilakukan, yang prosesnya harus dilakukan secara
terbuka dan transparan.
Keempat,
reformasi agraria hendaknya segera dilakukan di Provinsi Riau dengan
memperhatikan keseimbangan kepemilikan dan kelestarian lingkungan berasaskan
nilai-nilai serta kearifan adat dan budaya melayu.
Kelima,
hutan dan lahan yang diduduki secara ilegal agar disita, dikembalikan kepada
negara untuk difungsikan sesuai peruntukan semula dan kelebihannya dijadikan
sebagai hutan adat, dilindungi dan dipelihata berdasarkan aturan dan hukum adat
di bawah pengelolaan LAM setempat.
Tenas
Effendi usai menyerahkan warkah pada Kapolda Riau mengatakan, budaya Melayu
menjunjung tinggi kebersamaan, senasib dan sepenanggungan.
‘’Warkah, amaran ini kami buat untuk
seluruh lapisan masyarakat. Dijelaskan di situ, fungsi hutan sebagai
sumber harkat martabat dan nilai-nilai kebersamaan,’’ paparnya.
Kapolda Riau
Brigjen Pol Condro Kirono terkait Karhutla mengatakan, faktor pemicunya adalah
kemarau yang ekstrim dan pembukaan lahan dnegan cara membakar.
‘’Suhu rata-rata saat itu 23 sampai
33 derajat celsius. Hingga 21 April 2014, areal yang terbakar se-Riau
luasnya 21914 hektare,’’ papar Condro.
Ia
mengatakan, yang sulit dalam pemadaman adalah kawasan yang memiliki gambut
cukup dalam, seperti di Cagar Biosfer.
‘’Untuk
mengantisipasi, presiden membentuk tiga Satgas, yaitu Satgas pemadaman asap,
Gakum dan kesehatan. Berakhir awal april lalu,’’ lanjutnya. (rp)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !