![]() |
| Debi Indriani Berharap Tegaknya Supremasi Hukum |
Polemik
Pilkada Bupati Rokan Hilir tahun 2011 lalu belum kunjung usai, Hingga saat ini
pro dan kontra terkait pemilihan Bupati Rokan Hilir yang diduga terindikasi
kecurangan masih hangat dalam
perbincangan beberapa tokoh masyarakat Rohil.
Debi
Indriani (27) Salah Seorang tokoh masyarakat Rohil yang menjadi terdakwa dalam
persidangan terkait dugaan pemalsuan Formulir DB 2 KWK KPU, Selasa (30/10)
menuturkan, “Saat pemilihan Kepala Daerah tahun 2011 lalu saya menjadi saksi
pasangan H. Herman Sani dan Wahyudi Purwo Warsito, pada ajang pesta demokrasi
ini saya melihat banyak sekali kecurangan yang dilakukan oleh H. Anas Makmun yang
menjabat Bupati Rokan Hilir saat ini, Kecurangan yang paling jelas saat itu
terlihat satu orang yang sama bisa terdaftar di 2 TPS yang berbeda, bahkan ada
orang yang sudah meninggal masih terdaftar dalam DPT, pada saat sidang pleno
dulu saya sudah mengajukan keberatan yang terbukti dengan tidak saya tanda tanganinya
hasil perhitungan suara, Ironisnya keberatan saya tidak direspon sebagaimana
mestinya oleh Panwaslu dan KPU kabupaten Rokan Hilir, inikan menggambarkan
bagaimana bobroknya KPU Rokan Hilir,” ungkapnya.
Lebih
lanjut wanita yang juga merupakan pengurus inti DPC Partai Gerindra ini
menambahkan, “Permasalahan kecurangan ini sudah pernah saya laporkan hingga ke
Mahkamah Konstitusi sekira bulan Mei tahun 2011, bahkan saya sudah mengikuti
sekitar 5 kali persidangan, tetapi sayangnya pada sidang terakhir Mahkamah
Konstitusi mengatakan bahwa bukti yang saya ajukan tidak sistematis, sehingga
gugatan ini digugurkan, Ironisnya saya dilaporkan pemalsuan Formulir DB 2 KWK
KPU, memang saya akui saya mengisi formulir itu di luar sidang Pleno dan itu
sudah saya sampaikan pada saat sidang Mahkamah Kontitusi, saya sudah diperiksa
berkali-kali oleh Polda, Polres maupun Kejari dan sudah ditetapkan sebagai
tersangka dan terdakwa pada persidangan dan dituntut dengan pasal 263 pemalsuan
data, Ironisnya terkait dugaan pemalsuan data yang dituduhkan kepada saya tidak
jelas ujung pangkalnya, seharusnya pemalsuan itu kan ada yang asli dan ada yang
palsunya, ini malah satu formulir itu yang asli sekaligus palsu menurut penegak
hukum, artinyakan formulir yang diajukan
itu Aspal (Asli tapi Palsu), walaupun tuduhan kepada saya ini tdak logis namun
saya tetap menghargai penegak hukum dan mengikuti setiap proses hukum tepat
waktu, saya selalu memenuhi panggilan untuk pemeriksaan dan persidangan sesuai
dengan jadwal yang ditentukan bahkan saya selalu komunikasi dengan jaksa, tetapi
sepertinya antusias saya dalam mengikuti proses hukum tidak dihargai oleh
penegak hukum itu sendiri, bayangkan
saja saya yang jauh-jauh datang untuk mengikuti persidangan lebih awal sebelum
jadwal ditentukan malah mendapatkan kekecewaan dengan sering molornya jadwal
persidangan, baru-baru ini Senin (29/10) saya datang lebih awal untuk mengikuti
jadwal persidangan yang ditetapkan pukul 13.00 WIB, tetapi malah penegak hukum
itu sendiri yang tidak profesional, tidak ada satupun jaksa yang saya temui
saat itu, karena menunggu jaksa persidangan molor sehingga baru dimulai pukul
16.30 WIB padahal hanya satu kasus saya ini yang dipersidangkan di hari itu, inikan menggambarkan tidak adanya profesional
penegak hukum itu sendiri, saya berharap kepada penegak hukum untuk saling
menghargai dan lebih profesional, tidak bersikap seenak perutnya saja serta
menegakkan supremasi hukum itu setegak-tegaknya tanpa pandang buluh, tegakkan
kebenaran dan keadilan kepada saya,Diminta Kejagung untuk lebih memperhatikan
jaksa-jaksa nakal dan jaksa yang tidak
profesional demi tegaknya Supremasi hukum di Negara Kesatuan Republik Indonesia
dan Rokan Hilir khususnya,” imbuhnya.
Terkait
carut marutnya supremasi hukum serta tidak profesionalnya penegak hukum Rokan
Hilir dikecam keras oleh beberapa tokoh masyarakat yang prihatin terhadap
proses hukum yang dialami Debi Indriani yang terkesan tidak mendapat keadilan
di mata hukum.
![]() |
| Amirrullah Tokoh Masyarakat Rohil |
Amirrullah
salah seorang tokoh masyarakat Rokan Hilir Rabu (30/10) menuturkan, “Saya
selalu mengikuti persidangan atas Debi Indriani, disini saya menilai ada
indikasi Bupati dan Penegak Hukum mendesain sedemikian rupa agar tersangka ini
terjerat hukum sesuai pasal 263 yang dimaksud, saya merasa sangat prihatin terhadap tidak
profesionalnya jaksa yang menangani permasalahan ini, seorang jaksa yang
seharusnya memberi contoh yang baik
malah menunjukkan kesan hebatnya penegak hukum dengan merubah jadwal
persidangan yang telah ditetapkan sesukanya, Diminta kepada Mahkamah Agung dan
Kejaksaan Agung untuk menindak oknum jaksa yang tidak bekerja sesuai fungsinya
untuk lebih dipertimbangkan kembali posisi kedudukanya,” tuturnya.
Lebih
lanjut Amirullah menambahkan, “Terkait laporan kecurangan pemilihan serta
kelalaian KPU dalam merespon dan mencatat gugatan Debi Indriani pada sidang
Pleno saya kira wajar, karena mungkin ketua KPU itu sendiri tidak mengerti akan
ketentuan-ketentuanya, pasalnya ada indikasi Ketua KPU itu memakai Ijazah
palsu, bahkan juga ada indikasi Bupati Rokan Hilir tergolong dalam PKI, inikan
menggambarkan pembodohan dan pembiaran bobroknya birokrasi serta supremasi
hukum, diharapkan kepada Pejabat Pusat yang mengetahui apa yang sebenarnya
terjadi di Rokan Hilir tidak tutup mata, tolong dengarkan jeritan masyarakat,
saya khawatir jika terjadi pembiaran maka supremasi hukum ini akan menjadi
semakin carut marut,” imbuhnya. (Canggih)


0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !