Jeritan Hati Anak Rantau

Selasa, 09 Oktober 2012

Oleh : Murdianto
Kisah bahagia dan kesedihan dalam keluarga sering terjadi di kehidupan sehari-hari, banyak yang mengalami pahit dikalangan bawah, menengah maupun dikalangan atas, namun tak sedikit juga yang mengalami kebahagiaan dalam keluarga.
Hal yang tak bisa dipungkiri setiap orang yang merasa sedikit ketidak adilan jika keluarga terpecah, dan juga seakan kebahagiaan itu terenggut disaat kehilangan keluarga ataupun kematian hadir ditengah-tengah kehangatan keluarga.
Sebenarnya dimana titik kebahagiaan keluarga itu sekarang? Hal yang tidak logis jika di pertanyakan, namun hal itu pemicu pemikiranku saat ini, dalam kebersamaan tidak pernah kurasakan keharmonisan keluarga, dikarenakan sikap egois yang ada atau mungkin dikarenakan pendewasaan diriku ini yang membuat aku acuh tak acuh tanpa memikirkan keluargaku. Kini semua keluargaku jauh dari pandanganku dan terpecah di setiap batas-batas kota, dan dikala itu aku merasakan kerinduan serta butuh kasih sayang dari kedua orang tuaku.
dikala mendengarkan lagu LAST CHILD “DIARY DESPRESIKU” lagu itu sekarang mengambarkan akan perasaanku. “Wajar bila saat ini, ku iri pada kalian, yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah, hal selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam, tiada harga diri hiduku terus bertahan.”Sempat teriris hati ini kebahaiaan yang kurasakan berbeda dengan keluarga yang ada di ruang lingkupku.
Terkadang kumerenung dengan keadaanku saat ini, dimana kulihat keluarga sahabat-sahabatku berkumpul, saling berbagi, saling melengkapi, dan saling memberikan kasih sayang, itu yang tidak kumiliki saat ini….. jauh dari keluarga, dan keluarga terpecah.
Sebut saja aku Dian(pangilan sekolahku), kami 6 bersaudara dan semua itu laki-laki, dulu keluargaku bersatu meskipun sering terjadi pertengkaran dalam keluarga namun hingga saat ini kedua orang tuaku alhamdulillah tidak bercerai, mungkin suatu hal yang bagus. Namun seringnya pertengkaran terjadi membuatku serasa bagaikan dalam neraka di kediaman keluargaku. Yang membuatku sering pulang malam, sering keluyuran, dan sering tidak pulang itu semua dikarenakan kenyamanan dalam keluarga tidak kumiliki. Hingga krisis ekonomi yang membuatku harus mengalami pahit jauh dari kedua orang tuaku, jauh dari saudara kandungku.
Selang waktu berganti dikarenakan kondisi ekonomi yang menghimpit dan tak ingin menyusahkan kedua orang tuamembuatku pergi dari kota ke kota lain, karena aku sudah dewasa dan ingin mencari kehidupanku sendiri, tetapi dengan kepergianku ke kota lain keluargaku kini sudah terpisah-pisah, kedua orang tuaku sekarang di kota Semarang bersama adik bungsuku untuk mencari nafkah, abang kandungku bersama istrinya beserta ponakan pertamakku di tempat lain, adik ke 4 dan 5bersama nenek serta kakekku di kota sumatra sedangkan adik ke 3 berada jauh di ujung sumatra.
Terkadang sedih rasanya melihat keadaan ini, dikala mendapat kabar jika adik-adikku kangen akan kedua orang tuaku.. aku hanya bisa berkata “sabarlah kelak jika ada uang kita pergi untuk berkumpul lagi” dan aku ngak tau kapan bisa ku kabulkan impian adik-adikku…. Disitu aku menangis sendiri di dalam sebuah kamar 4x4 ini.
Semua keluargaku hanya bisa berkomunikasi melalui Handphone, dikarenakan jarak yang memisah dan juga materi pas-pasan untuk kehidupan sehari-hari menjadi penghalang untuk mempersatukan kami. Namun itu semua tak pernah kusesali karena ku yakin keluargaku pasti akan bersatu seperti dulu lagi.
Mungkin aku bisa menerima keadaan, tapi akankah anak-anak umur 15, 10 dan 7 Thn tahun bisa menerima ini semua? Hanya Tuhan  tempatku mengadu. Jka kuberi tahu keadaan ini kepada kedua orang tuaku, aku tak sangup jika mendengar kedua orang tuaku meneteskan air mata. Biarkanlah kebahagiaan ini untuk sementara waktu yang akan menjawab semuanya.
Dan disaat lebaran 1433 H dari seluruh keluarga besarku yang berkumpul hanya tampak keluargaku yang tidak utuh, hanya aku, serta adik ke 4 dan ke 5. Dsana aku sempat berlinang air mata melihat kebahagiaan yang di impikan setiap anak yang ingin mengaturkan maaf kepada yang melahirkan kedunia dan yang memberi nafkah tapi tidak ada didepan kita, semuanya serasa tiada artinya bagi ku saat itu. Aku tidak bisa memaksakan kehendakku, karena memang keadaan lah yang seperti ini. Namun keluarga besarku memberikan dukungan mental dan memberikan nasehat untuk bersabar dan kuat menjalani kehidupan yang keras ini.
Namun kusadari sifat egois ini membuatku menjadi seperti ini, jika ku menuruti semua permintaan keluagaku, ku yakin kami masih bersatu. Namun keadaan sudah terjadi serta di telan waktu, hingga kehidupanku yang sedikit sulit untuk kupahami dan penyesalan baru kusadari.
Keyakinanku untuk kami bersatu membuatku semangat untuk melakoni kehidupanku meskipun pekerjaanku bisa dikatakan tidak tetap, ku ingin senyuman kecil adik-adikku menghiasi kedamaian dalam keluargaku kelak jika sudah bersatu. Dan juga ku ingin keluargaku dsaat bersama masih lengkap. Dalam hati nuraniku paling dalam, “ma, pa, adik-adik2ku, serta abagku, ku kangen dengan kalian, ku ingin kita bersatu seperti dulu lagi, dan maafkan lah kesalahanku dimasa aku masih belum mengerti akan makna kehidupan, kbahagiaan, dan kebersamaan.“kisah sedih sebagian kecil dikala jauh dari keluargaku hingga saat ini.

Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © September, 2012. Marwah Riau - All Rights Reserved
Design by Blogger Inside Inspired by Create Website
Proudly powered by Blogger