Kisah bahagia dan kesedihan dalam keluarga
sering terjadi di kehidupan sehari-hari, banyak yang mengalami pahit dikalangan
bawah, menengah maupun dikalangan atas, namun tak sedikit juga yang mengalami
kebahagiaan dalam keluarga.
Hal yang tak bisa dipungkiri setiap orang
yang merasa sedikit ketidak adilan jika keluarga terpecah, dan juga seakan kebahagiaan
itu terenggut disaat kehilangan keluarga ataupun kematian hadir ditengah-tengah
kehangatan keluarga.
Sebenarnya dimana titik kebahagiaan keluarga
itu sekarang? Hal yang tidak logis jika di pertanyakan, namun hal itu pemicu
pemikiranku saat ini, dalam kebersamaan tidak pernah kurasakan keharmonisan
keluarga, dikarenakan sikap egois yang ada atau mungkin dikarenakan pendewasaan
diriku ini yang membuat aku acuh tak acuh tanpa memikirkan keluargaku. Kini
semua keluargaku jauh dari pandanganku dan terpecah di setiap batas-batas kota,
dan dikala itu aku merasakan kerinduan serta butuh kasih sayang dari kedua
orang tuaku.
dikala mendengarkan lagu LAST CHILD “DIARY
DESPRESIKU” lagu itu sekarang mengambarkan akan perasaanku. “Wajar bila saat
ini, ku iri pada kalian, yang hidup bahagia berkat suasana indah dalam rumah,
hal selalu aku bandingkan dengan hidupku yang kelam, tiada harga diri hiduku
terus bertahan.”Sempat teriris hati ini kebahaiaan yang kurasakan berbeda
dengan keluarga yang ada di ruang lingkupku.
Terkadang kumerenung dengan keadaanku saat
ini, dimana kulihat keluarga sahabat-sahabatku berkumpul, saling berbagi,
saling melengkapi, dan saling memberikan kasih sayang, itu yang tidak kumiliki
saat ini….. jauh dari keluarga, dan keluarga terpecah.
Sebut saja aku Dian(pangilan sekolahku), kami
6 bersaudara dan semua itu laki-laki, dulu keluargaku bersatu meskipun sering
terjadi pertengkaran dalam keluarga namun hingga saat ini kedua orang tuaku
alhamdulillah tidak bercerai, mungkin suatu hal yang bagus. Namun seringnya
pertengkaran terjadi membuatku serasa bagaikan dalam neraka di kediaman
keluargaku. Yang membuatku sering pulang malam, sering keluyuran, dan sering
tidak pulang itu semua dikarenakan kenyamanan dalam keluarga tidak kumiliki.
Hingga krisis ekonomi yang membuatku harus mengalami pahit jauh dari kedua
orang tuaku, jauh dari saudara kandungku.
Selang waktu berganti dikarenakan kondisi
ekonomi yang menghimpit dan tak ingin menyusahkan kedua orang tuamembuatku
pergi dari kota ke kota lain, karena aku sudah dewasa dan ingin mencari
kehidupanku sendiri, tetapi dengan kepergianku ke kota lain keluargaku kini
sudah terpisah-pisah, kedua orang tuaku sekarang di kota Semarang bersama adik
bungsuku untuk mencari nafkah, abang kandungku bersama istrinya beserta ponakan
pertamakku di tempat lain, adik ke 4 dan 5bersama nenek serta kakekku di kota
sumatra sedangkan adik ke 3 berada jauh di ujung sumatra.
Terkadang sedih rasanya melihat keadaan ini,
dikala mendapat kabar jika adik-adikku kangen akan kedua orang tuaku.. aku
hanya bisa berkata “sabarlah kelak jika ada uang kita pergi untuk berkumpul
lagi” dan aku ngak tau kapan bisa ku kabulkan impian adik-adikku…. Disitu aku
menangis sendiri di dalam sebuah kamar 4x4 ini.
Semua keluargaku hanya bisa berkomunikasi
melalui Handphone, dikarenakan jarak yang memisah dan juga materi pas-pasan
untuk kehidupan sehari-hari menjadi penghalang untuk mempersatukan kami. Namun
itu semua tak pernah kusesali karena ku yakin keluargaku pasti akan bersatu
seperti dulu lagi.
Mungkin aku bisa menerima keadaan, tapi
akankah anak-anak umur 15, 10 dan 7 Thn tahun bisa menerima ini semua? Hanya
Tuhan tempatku mengadu. Jka kuberi tahu keadaan ini kepada kedua orang
tuaku, aku tak sangup jika mendengar kedua orang tuaku meneteskan air mata.
Biarkanlah kebahagiaan ini untuk sementara waktu yang akan menjawab semuanya.
Dan disaat lebaran 1433 H dari seluruh
keluarga besarku yang berkumpul hanya tampak keluargaku yang tidak utuh, hanya
aku, serta adik ke 4 dan ke 5. Dsana aku sempat berlinang air mata melihat
kebahagiaan yang di impikan setiap anak yang ingin mengaturkan maaf kepada yang
melahirkan kedunia dan yang memberi nafkah tapi tidak ada didepan kita,
semuanya serasa tiada artinya bagi ku saat itu. Aku tidak bisa memaksakan
kehendakku, karena memang keadaan lah yang seperti ini. Namun keluarga besarku
memberikan dukungan mental dan memberikan nasehat untuk bersabar dan kuat
menjalani kehidupan yang keras ini.
Namun kusadari sifat egois ini membuatku menjadi seperti ini, jika ku
menuruti semua permintaan keluagaku, ku yakin kami masih bersatu. Namun keadaan
sudah terjadi serta di telan waktu, hingga kehidupanku yang sedikit sulit untuk
kupahami dan penyesalan baru kusadari.
Keyakinanku untuk kami bersatu membuatku
semangat untuk melakoni kehidupanku meskipun pekerjaanku bisa dikatakan tidak
tetap, ku ingin senyuman kecil adik-adikku menghiasi kedamaian dalam keluargaku
kelak jika sudah bersatu. Dan juga ku ingin keluargaku dsaat bersama masih
lengkap. Dalam hati nuraniku paling dalam, “ma, pa, adik-adik2ku, serta abagku,
ku kangen dengan kalian, ku ingin kita bersatu seperti dulu lagi, dan maafkan
lah kesalahanku dimasa aku masih belum mengerti akan makna kehidupan,
kbahagiaan, dan kebersamaan.“kisah sedih sebagian kecil dikala jauh dari keluargaku
hingga saat ini.

0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !