Satu-satunya provinsi di Indonesia yang berani
membuat kebijakan moratorium izin alih fungsi hutan adalah Provinsi Riau. Sejak
2007, Provinsi Riau sudah melakukan moratorium, bahkan termasuk rekomendasi dan
penerbitan dokumen, seperti RKT (Rencana Kerja Tahunan).
“Sejak 2007, Riau sudah melakukan moratorium izin
penebangan hutan alam dan rekomendasi izin baru. Bahkan penerbitan dokumen
seperti RKT pun kita sudah tidak ada,” tegas Gubri Rusli pada acara Coffee
Morning bersama Sekretaris Kabinet Dipo Alam di Sekretariat Negara, Jakarta,
Senin (29/4).
Coffee Morning membahas soal potensi konflik
penguasaan lahan, upaya penyelesaian masalah serta antisipasi penanganan
konflik akibat tumpang-tindih perizinan pemanfaatan lahan. Pertemuan dipimpin
langsung Dipo Alam, dihadiri Mentan Suswono, Kejagung Basrief Arief, Ketua
Komisi II DPR RI Agun Gunanjar, Kepala Badan Informasi Geospasial Asep Karsidi,
Dirjen PUM Kemendagri I Made Suwandi, Gubri HM Rusli Zainal, Gubernur Sulbar
Anwar Adnan Saleh, Gubernur Kaltim Awang Faruk, Wakil Gubernur Kalsel Rudi
Arifin, sejumlah bupati dan pejabat dari kementerian, seperti Kementerian ESDM,
Kehutanan, Pertanian, BPN, pihak kepolisian dan sejumlah pejabat terkait
lainnya.
Gubri Rusli menyatakan keheranannya tentang image
Provinsi Riau yang seakan lekat dengan masalah illegal logging dan perusakan
hutan. Padahal, tegas Gubri, hanya Riau yang secara tegas berani mengambil
kebijakan moratorium. “Presiden saja baru mengeluarkan Perpres tentang
moratorium pada 2011 (melalui Perpres No 10/2011), sementara Riau jauh
sebelumnya, tahun 2007 sudah mengambil kebijakan itu. Kebijakan ini diambil
sejalan dengan tuntutan berbagai LSM maupun NGO internasional,” terang Gubri.
Gubri mengungkapkan bahwa dari sekitar 8,5 juta
hektar luas hutan di Riau, mayoritas izin alih fungsi hutan, dikeluarkan oleh
Pemerintah Pusat melalui Kemenhut. “Artinya sampai hari ini, tidak ada izin
yang dikeluarkan Pemerintah Daerah, terutama oleh Gubernur,” tegasnya. Namun
sayangnya, ketika hutan di daerah rusak, yang diminta bertanggung jawab kepala
daerah, khususnya gubernur.
Gubri mengakui bahwa carut-marutnya masalah
lahan, akibat banyaknya undang-undang sektoral yang satu sama lain kadang
tumpang-tindih. Akhirnya, masyarakat yang dikorbankan dengan munculnya banyak
konflik, baik antar masyarakat, masyarakat dengan perusahaan maupun masyarakat
dengan pemerintah. “Sampai hari ini di Riau sudah banyak yang meninggal. Saya
hitung sudah sampai 5 orang, akibat konflik lahan ini. Inilah akibatnya, saya
juga ikut jadi korban,” tambah Gubri dengan nada tinggi.
Gubri juga menyesalkan bahwa hingga saat ini,
Pemerintah Pusat melalui Kemenhut belum bisa menyelesaikan RTRWP. Padahal, itu
sangat menentukan terkait masalah penggunaan lahan. “Dulu pernah dibentuk Tim
oleh Presiden ketika masalah illog rame di Riau. Ketika itu Tim diketuai
Menkopolhukam Bapak Widodo AS. Ada dua rekomendasi yang dikeluarkan Tim. Yakni,
review UU No 41/1999 tentang Kehutanan dan percepat RTRWP. Tapi sampai hari
ini, satupun rekomendasi itu tidak jalan,” sesalnya lagi.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR RI Agun
Gunanjar berpendapat, selama UU Pokok Agraria yakni UU No 5/1960 tidak
direvisi, maka konflik soal lahan akan selalu terjadi. Oleh karena itu, DPR
sudah menyiapkan RUU-nya. “Sekarang kami tunggu komitmen pemerintah. Ayo kita
bahas RUU ini agar tidak ada lagi konflik,” tegasnya.(rls)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !