Maafkan Ibu Anakku

Sabtu, 21 September 2013

Oleh : Welny Noverianti (Mahasiswi STIFAR)
Disuatu gubuk yang terletak di hutan terpencil dan tidak bercirikan kehidupan, hiduplah seorang nenek yang setiap harinya terbujur kaku diatas ranjangnya. Tidak ada yang bisa dilakukannya selain menangis dan berkata “ aku telah menyesal, maafkan aku anakku ”. tapi perkataan itu hanyalah sia-sia dan tidak ada yang ingin mendengar dan mengurusinya lagi. Anaknya telah meniggalkannya 10 tahun yang lalu dalam keadaan sakit. Cerita ini dimulai semenjak 20 tahun yang lalu ketika nenek ini masih hidup berkecukupan dan tinggal disebuah rumah yang sederhana. Dilingkungannya nenek ini dikenal dengan nama bu nirah. Bu Nirah mempunyai seorang anak yang bernama Awal. Sejak lahir Awal sudah tidak mengenal sosok seorang ayah. Setiap kali ia bertanya, ibunya selalu berkata bahwa ayahnya sudah meninggal. Dan setiap kali Awal merengek ingin tahu wajah ayahnya,  sang ibu tidak pernah mau menunjukan foto ayahnya itu dengan berbagai alasan. Sebenarnya, ayahnya Awal adalah seorang pejudi dan suka mabuk-mabukkan dan hidup tanpa arah. Ia tidak pernah bertanggung jawab atas kewajibannya sebagai kepala keluarga.
Setelah berapa tahun berjalan, Awal sudah menduduki bangku SD. Awal tidak mempunyai teman karena ia malu tidak mempunyai ayah. Ia iri melihat teman-temannya selalu diantar jemput dngan kedua orang tuanya, sedangkan ia hanya berpergian sendiri karena ibunya selalu sibuk dengan pekerjaannya.
Pada saat makan malam Awal bertanya pada ibunya “ ibu,, kenapa teman-temanku menghindariku karna aku tidak punya ayah? tanyanya. Dan  ibu menjawab “ karna mereka iri tidak punya ibu sekuat ibumu, yang bisa menanggung semua sendiri ”. tapi Awal tidak puas dengan jawaban ibunya. Dan ia bertanya lagi “ lalu karna aku tidak punya ayah, kenapa ibu jugak tidak pernah mengantarku? Apa ibu tidak ingin tahu seberapa jauh jalan yang aku tempuh dan hal apa saja yang aku lalui disekolah?”. Mendengar pertanyaan itu, sang ibu cuek menghadapinya dan hanya beranggapan bahwa itu hanyalah pertanyaan belaka sebagai rayuan dari anaknya. Yang ibunya tahu adalah bagaimana cara agar anaknya bisa bahagia dengan uang yang ia peroleh dengan kerja keras. Ia tidak tahu bahwa anaknya sangat kesepian dan butuh perhatiannya. Dan tanpa ibunya sadari malam itu adalah permintaan terakhir dari anaknya Awal.
Keesokan harinya, seperti biasa Awal pergi kesekolah pagi hari. Hari sebelumnya Awal menaiki sepeda kesayangannya untuk pergi sekolah. Tapi pada hari itu sepeda Awal rusak dan dengan terpaksa ia harus mengambil jalan pintas dengan berjalan kaki menembus hutan belantara sendirian. Tidak terpikir olehnya seberapa banyak hewan buas yang berkeliaran di hutan itu. yang terpikir olehnya bagaimana supaya cepat sampai kesekolah. Tapi ia malah tersesat dan beristirahat disebuah gubuk tua karena kakinya tidak sanggup lagi berjalan.
Hari pun semakin larut malam. Ibunya yang semenjak sore mengira bahwa ia masih ada disekolah mulai panik karena anaknya belum juga pulang. Setelah bertanya kesana kemari akhirnya ia mendapat berita dari tetangganya bahwa anaknya sejak pagi tadi pergi berjalan kaki sendirian masuk hutan untuk pergi kesekolah. Mendengar itu ibu Nirah dan ditemani beberapa tetangga langsung masuk ke hutan tersebut untuk mencarinya. 3 hari pencarian belum mendapatkan hasil apapun. Pada hari ke-4, salah satu warga menemukan sebuah gubuk dimana tempat awal beristirahat. Bukan kabar gembira yang didapatkannya, tapi malah kabar duka yang harus diterima ibu sirah. Ia mendapati anaknya sedang terbujur kaku tak berdaya disudut gubuk tersebut. Diperkirakan anak itu kelaparan dan kedinginan tapi kakinya sudah lumpuh dan tidak bisa berjalan lagi untuk pulang kerumah dan akhirnya meninggal.
Tidak terbendung lagi tangisan sang ibu  melihat anaknya sudah tiada. Ia menyesali karna tidak menghiraukan permintaan sederhana dari anaknya saat makan malam beberapa saat yang lalu. Seandainya pagi itu ia mengantarkan anaknya pasti saat ini awal masih duduk bersamanya, mengajaknya makan bersama. Semenjak itu ibu sirah selalu duduk disudut gubuk itu meratapi kesalahannya dan berkata “ ibu telah menyesal, maafkan ibu anakku”. Hanya itu yang terucap dari bibirnya sampai ia terbujur dalam kesendiriannya.
Dari kisah ini, kita belajar bahwa tidak semua perkataan anak kecil itu tidak berarti. Terkadang setiap perkataan yang keluar dari seorang anak adalah makna.
 Mungkin bagi kita itu hanyalah rayuan belaka seorang anak kecil yang selalu ingin dikabulkan permintaannya, tapi ada hal yang tersirat yang mungkin suatu saat kita akan menyesalinya.



Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © September, 2012. Marwah Riau - All Rights Reserved
Design by Blogger Inside Inspired by Create Website
Proudly powered by Blogger