BELAJAR DARI SETAN, WHY NOT?

Rabu, 18 Desember 2013

Oleh : Siilham Muhammad Saputra
Setan, sebuah kata yang sudah sangat sering kita dengar bahkan ucapkan di hari-hari kita. Sebuah kata yang bila kita mendengarnya akan mengarahkan pikiran kita kepada sosok yang dilaknat Tuhan yang biasanya digambarkan dengan perawakan seperti manusia berbadan merah dan memiliki sepasang tanduk dikepalanya yang mempunyai misi hidup merangkul umat Adam berbaur bersama mereka di sebuah siksaan abadi yang di tiap agama disebut neraka. Tak diragukan lagi betapa sangat teramat tidak baiknya citra setan di mata manusia. Akan tetapi, sebuah pemikiran sederhana mengalir tentang jalan menuju kebaikan melawan arus deras neraka bersama setan sebagai pemandunya.
Sebelum mengantarkan pembaca pada pokok pikiran dari artikel ini, sejenak saya hendak mengajak pembaca untuk melirikkan mata dan mendongakkan kepala keatas untuk mengingat manusia yang pembaca kagumi. Manusia saja. Tolong jangan memasukkan tokoh panutan di agama. Tentu tidak adil membandingkan mereka yang super untuk agamanya dengan sifat manusia kebanyakan. Ini bertujuan untuk mengingatkan kembali bahwa setiap manusia itu sempurna dengan ketidaksempurnaannya. Maksudnya, selalu ada celah untuk mengasumsikan seseorang itu baik atau buruk. Seburuk-buruknya sifat seseorang, selalu ada sisi baiknya bila sang pengamat berniat menilainya secara positif. Begitu juga halnya dengan orang yang baik, tidak seutuhnya dia hidup dalam kebaikan, pasti ada buruknya bila memang yang menilai juga menilainya dari sisi buruk. Itulah yang mendasari adanya kalimat ‘baik menurut kita belum tentu orang lain menilainya baik pula’.
Ini bisa disederhanakan dengan contoh berikut. Ariel, front man dari band papan atas Indonesia, Noah, pernah tersandung kasus asusila yang membuat imej-nya di-cap tidak baik oleh banyak orang. Sosok ini juga pernah mendekam di Rumah Tahanan Kebon Waru sebagai imbas dari perbuatannya yang dianggap melanggar hukum. Anehnya, setelah menghirup udara bebas, masih ada juga dan bahkan makin banyak yang menyanjung dia setinggi-tingginya, seindah-indahnya, persis seperti lirik di salah satu hits mereka. Tak perlu bertanya kenapa. Alasannya sederhana, ada sisi baik yang ditiru oleh penggemarnya misalnya; kekreatifan Ariel dalam bermusik, tata krama-nya, dan beberapa lainnya. Selain itu, tentu saja, pola pikir mereka terhadap sosok idola itu. Sosok yang dianggap baik meski berbuat salah. Hal sama bisa saja terjadi dengan pola pikir kita terhadap orang yang kita kasihi. Apapun dan bagaimanapun caranya, pemikiran kita akan berpikir sebaik mungkin untuk meloloskan mereka dari pemikiran buruk kita sendiri dengan cara mengada-adakan alasan dengan dalil ‘mungkin dia bla-bla-bla’.
Hal yang sama dalam versi berlawanan juga sudah terjadi; kasus yang menimpa ustadz bernama besar seperti Abdullah Gymnastiar contohnya. Aa Gym, panggilan jemaah terhadapnya, mau tidak mau menerima pandangan tidak menyenangkan dari banyak orang karena melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh kaum hawa, poligami. Wajar saja, sebagai tokoh panutan, perbuatan Aa Gym seolah menjadi ‘ancaman’ bagi para istri karena dianggap menghimbau jemaah lelaki untuk berpoligami. Padahal Aa Gym sama sekali tidak melakukan itu. Hal ini juga-lah yang membuatnya agak kehilangan simpati dari jemaah-jemaahnya meski dia berdakwah dan memberi tausiyah untuk tujuan yang mullia. Bila dikembalikan ke kehidupan kita, mungkin kita pernah tidak menyukai seseorang. Ketidaksukaan itu akhirnya menelurkan kerja sama tak seimbang antara mata, hati, dan pikiran. Mata yang melihat seseorang itu berbuat baik, hati yang tidak suka kemudian membuat prasangka hingga pikiran-pun ikut membantu prasangka buruk itu berkembang dengan mendalilkan sebuah tujuan tersembunyi yang dalam bahasa sekarang disebut modus.
Contoh-contoh inilah yang menuntun pemikiran baik tentang setan ini melambung. Tapi, kenapa harus setan? Memangnya apa yang bisa ditiru dari setan hingga bisa dikatakan dia sebagai guru untuk menjadi lebih baik? Bukannya setan itu musuh kita yang nyata? Ya. Itu adalah pertanyaan dasarnya. Mari kembali ke tujuan awal dari pemikiran ini; lihat sisi baiknya walaupun yang terlihat tak ada baiknya sama sekali. Sadar atau tidak, ternyata setan itu punya banyak sisi baik yang sangat inspiratif dan secara positif bisa dikatakan setan itu guru yang abstrak bagi manusia yang tau setan itu siapa, apa, dan bagaimana. Bahkan, kalau memang kita ingin betul-betul ingin jadi orang baik, menjadikan setan sebagai sosok yang menginspirasi adalah cara yang tepat. Tanya kenapa? Berikut akan dibentangkan beberapa pemikiran positif terhadap setan.
Poin pertama, SETAN ITU KRITIS dan JUJUR. Tentu kisah pertama kali Nabi Adam diciptakan masih melekat dibenak kita. Saat itu si setan diperintahkan berlutut kepada Nabi Adam, tapi setan membangkang. Salah memang. Tapi jujur untuk sesuatu yang memang tak disukainya. Biasanya, menyimpan amarah untuk suatu kejujuran yang tertahan kerap menyebabkan banyak penyakit hati seperti prasangka, dengki, dan banyak lainnya. Sifat kritis setan itu berhasil meloloskannya dari penyakit hati yang dipaparkan sebelumnya. Dari sini, coba dikedepankan di kehidupan nyata manusia. Beranikah kita untuk jujur dihadapan orang yang status sosialnya lebih tinggi dari kita tentang apa yang tidak kita suka darinya? Beranikah kita mengkritik atasan (dosen, guru, orang tua juga bisa) kalau kita tidak suka dengan kebijakan yang ada? Atau untuk yang bekerja, beranikah mengkritik bos kalau beliau meminta anda melakukan apa yang seharusnya tidak anda lakukan? Bisa ditebak, kata pasrah ‘daripada dipecat’ pun menguasai. Bila dinilai secara baik, sadar atau tidak, setan telah mengajarkan kita untuk menjadi kritis dan jujur dalam versi jeleknya. Karena kita adalah manusia yang diciptakan dengan akal, tentu kita bisa memodifikasi kritikan kita dengan benar. Dengan kata lain, tak mungkin kita mengkritik yang seharusnya benar dan mengedepankan sesuatu yang sebenarnya salah.
Poin kedua, SETAN ITU SABAR. Yang ini mudah sekali untuk dicontohkan. Uang haram itu, uangnya setan. Makanan haram itu, makanannya setan. Minuman haram itu, minumannya setan, pokoknya semua yang haram-haram itu milik setan. Nah, ketika manusia mengambil duitnya setan (duit haram), meminum minuman setan (minuman memabukkan), apakah setan marah? Bahkan ada orang marah-marah sampai-sampai tega mengatakan “dasar anak setan”. Loh? Semua setan melongo dan bingung, “Kenapa saya dibawa-bawa? Salah saya apa?” Tapi kenyataannya setan tidak marah. Itu adalah bukti kalau setan itu penyabar. Selain itu, masih senada dengan poin ini, setan itu bersabar menunggu peluang sekecil apapun untuk melaksanakan niatnya. Kalau dibandingkan dengan manusia, rasanya jarang-jarang ada yang betul-betul bersabar untuk mendapatkan kesempatan yang belum tentu didapat. Tapi, setan bisa melakukan itu dengan sangat baik. Kenapa kita tidak belajar kesabaran darinya?
Dua point tadi mengantarkan kita ke poin ketiga, yaitu, SETAN ITU PANDAI BERSYUKUR (TAU DIRI). Sepertinya ini yang paling susah bagi umat manusia mengingat sifatnya yang cenderung tak pernah puas. Ironisnya, ketika orang lain setengah mati mengharap, berusaha dan berdo’a tapi tidak mendapatkan apa-apa malah ada orang yang diberi berkah itu malah dibuang sia-sia. Ada kasus manusia yang dianugrahi bayi malah dibuang atau bahkan dibunuh. Dan bahkan ada juga manusia yang durhaka kepada orang tuanya. Ini kan jelas-jelas bukti betapa manusia banyak yang tidak bersyukur. Untung saja bernafas tidak pakai bayar. Kenapa tidak belajar dari setan? Pernahkah pembaca mendengar ada setan yang membuang anaknya? Pernah jugakah pembaca mendengar ada anak setan yang durhaka? Anak setan itu berbakti semua, mengikuti perintah orang tuanya untuk menjalankan profesi mereka sebagai setan. Sampai sekarang belum ada kisah yang membuktikan bahwa ada setan yang durhaka kepada orang tuanya dan melawan profesi setan. Tidak pernah ada. Jadi kalau ada diantara para pembaca sekalian yang membangkang kepada orang tua, secara sederhana bisa dikatakan setan lebih baik dari anda. Sebagai tambahan, setan itu tidak melewatkan kesempatan sekecil apapun. Bisa memanfaatkan celah sekecil apapun untuk memuluskan rencananya. Terkadang, ini yang sering terjadi pada manusia. Ketika hanya mendapatkan peluang yang tidak sesuai harapan malah putus asa dan bahkan mundur. Bisa dibayangkan bila semua pengangguran di dunia ini meniru karakter setan yang seperti ini.
Poin keempat, SETAN ITU ISTIQOMAH DENGAN NIAT (FOKUS). Tentu tujuan adanya setan di dunia ini taka sing lagi bagi manusia; ya, mengajak manusia bersama-sama mereka untuk tersesat bersama. Atur alur pikir kita ke awal, ambil sisi positifnya. Bayangkan bila niat kita itu baik dan bukan seperti niat setan tersebut, tentu Tuhan akan menyenangi kita. Sederhananya begini, anda menemukan sebuah tempat yang indah, tetapi anda ingin menikmatinya dengan orang lain, anda ingin semua orang merasakannya. Atau, anda orang kaya, setelah anda naik haji satu kali, tahun-tahun berikutnya anda mencari nafkah untuk memberangkatkan orang sekampung anda untuk naik haji satu per satu tiap tahunnya. Tujuannya, anda ingin mengajak mereka untuk bersama anda, menjadi sama-sama haji, untuk bersama-sama di surga-Nya kelak. Ingin berbuat baik, istiqomah dan mengajak orang banyak untuk bersama-sama menjadi orang baik. Ada manusia seperti itu, tapi belum tentu se-istiqomah setan dalam melakukannya. Kembalikan lagi ke niat hidup kita, terapkan cara setan memuluskannya dengan jalan yang disenangi Tuhan.
Akhirnya, kesemuanya itu mengantarkan kita pada poin terakhir, yaitu yang kelima, SETAN ITU KREATIF. Ini bagian favorit saya. Yang kita tau, setan itu punya banyak cara untuk membuat kita mengiringi langkah mereka. Mungkin cara dan akal mereka lebih banyak daripada jalan menuju Mekkah. Bayangkan saja jika yang memiliki akal sebanyak itu adalah manusia dan digunakan untuk tujuan baik, neraka bisa sepi. Apalagi bila ini diperindah lagi dengan poin keempat tadi, sempurna. Salah satu ke-kreatifan setan adalah pembuatan sajadah; salah satu media ibadah umat muslim. Sebagai pengguna sajadah, tentu kita sering menemui sajadah yang besar dan kecil dengan berbagai macam gambar sebagai hiasannya. Kreatifnya setan, dirayunya pembuat sajadah untuk membuat sajadah yang kecil, sedang, hingga besar. Kelak setelah banyak sajadah itu terjual, di mesjid juga-lah pemakainya berkumpul. Saat itu setan menyelinap diantara shaf itu dan merusak ketenangan jama’ah. Merayu pemakai sajadah besar untuk menutupkan sedikit bagiannya terhadap sajadah kecil disebelahnya, setan yang lainnya merayu si pemakai sajadah kecil untuk jangan mau ‘ditindas’ oleh sajadah besar. Saling tindih sajadah mungkin tak terelakkan. Andai terelakkan pun, aka nada penyakit hati yang tersisa diantara keduanya. Rasa sombong di hati si pemakai sajadah besar, rasa benci di hati si pemakai sajadah kecil. Begitu cerdas setan hingga masuk ke semua ruang untuk memuluskan tujuan hidupnya. Seperti yang sempat tertera di awal poin ini, andai saja kita bisa se-kreatif itu untuk menjalankan niat kita dalam kebaikan.
Dari kesemua artikel ini dari awal sampai akhir, dengan sederhana bisa disimpulkan, ada orang pernah mengatakan “Bila ingin belajar bahasa Inggris, tinggallah di Inggris”. Dan untuk menjadi orang baik, kenali dulu yang buruk dan paling buruk. JADIKAN YANG BURUK ITU PELAJARAN AGAR KITA TAK MELAKUKAN HAL YANG SAMA. Dasarnya ini bukan untuk menjadikan setan sebagai acuan, tapi hanya imbauan bahwa jangan sampai kalah oleh setan dan waspadai cara kerja hati kita dalam menilai sesuatu. 
Share this article :

0 komentar:

Speak up your mind

Tell us what you're thinking... !

 
Copyright © September, 2012. Marwah Riau - All Rights Reserved
Design by Blogger Inside Inspired by Create Website
Proudly powered by Blogger