Oleh : Siilham Muhammad Saputra
Setan, sebuah
kata yang sudah sangat sering kita dengar bahkan ucapkan di hari-hari kita.
Sebuah kata yang bila kita mendengarnya akan mengarahkan pikiran kita kepada
sosok yang dilaknat Tuhan yang biasanya digambarkan dengan perawakan seperti
manusia berbadan merah dan memiliki sepasang tanduk dikepalanya yang mempunyai
misi hidup merangkul umat Adam berbaur bersama mereka di sebuah siksaan abadi
yang di tiap agama disebut neraka. Tak diragukan lagi betapa sangat teramat
tidak baiknya citra setan di mata manusia. Akan tetapi, sebuah pemikiran
sederhana mengalir tentang jalan menuju kebaikan melawan arus deras neraka
bersama setan sebagai pemandunya.
Sebelum
mengantarkan pembaca pada pokok pikiran dari artikel ini, sejenak saya hendak
mengajak pembaca untuk melirikkan mata dan mendongakkan kepala keatas untuk
mengingat manusia yang pembaca kagumi. Manusia saja. Tolong jangan memasukkan
tokoh panutan di agama. Tentu tidak adil membandingkan mereka yang super untuk
agamanya dengan sifat manusia kebanyakan. Ini bertujuan untuk mengingatkan
kembali bahwa setiap manusia itu sempurna dengan ketidaksempurnaannya.
Maksudnya, selalu ada celah untuk mengasumsikan seseorang itu baik atau buruk. Seburuk-buruknya
sifat seseorang, selalu ada sisi baiknya bila sang pengamat berniat menilainya secara
positif. Begitu juga halnya dengan orang yang baik, tidak seutuhnya dia hidup
dalam kebaikan, pasti ada buruknya bila memang yang menilai juga menilainya
dari sisi buruk. Itulah yang mendasari adanya kalimat ‘baik menurut kita belum
tentu orang lain menilainya baik pula’.
Ini bisa
disederhanakan dengan contoh berikut. Ariel, front man dari band papan atas Indonesia, Noah, pernah tersandung
kasus asusila yang membuat imej-nya
di-cap tidak baik oleh banyak orang. Sosok ini juga pernah mendekam di Rumah
Tahanan Kebon Waru sebagai imbas dari perbuatannya yang dianggap melanggar hukum.
Anehnya, setelah menghirup udara bebas, masih ada juga dan bahkan makin banyak yang
menyanjung dia setinggi-tingginya, seindah-indahnya, persis seperti lirik di
salah satu hits mereka. Tak perlu
bertanya kenapa. Alasannya sederhana, ada sisi baik yang ditiru oleh
penggemarnya misalnya; kekreatifan Ariel dalam bermusik, tata krama-nya, dan
beberapa lainnya. Selain itu, tentu saja, pola pikir mereka terhadap sosok
idola itu. Sosok yang dianggap baik meski berbuat salah. Hal sama bisa saja
terjadi dengan pola pikir kita terhadap orang yang kita kasihi. Apapun dan
bagaimanapun caranya, pemikiran kita akan berpikir sebaik mungkin untuk
meloloskan mereka dari pemikiran buruk kita sendiri dengan cara mengada-adakan
alasan dengan dalil ‘mungkin dia bla-bla-bla’.
Hal yang sama dalam
versi berlawanan juga sudah terjadi; kasus yang menimpa ustadz bernama besar
seperti Abdullah Gymnastiar contohnya. Aa Gym, panggilan jemaah terhadapnya,
mau tidak mau menerima pandangan tidak menyenangkan dari banyak orang karena
melakukan sesuatu yang tidak disukai oleh kaum hawa, poligami. Wajar saja,
sebagai tokoh panutan, perbuatan Aa Gym seolah menjadi ‘ancaman’ bagi para
istri karena dianggap menghimbau jemaah lelaki untuk berpoligami. Padahal Aa
Gym sama sekali tidak melakukan itu. Hal ini juga-lah yang membuatnya agak
kehilangan simpati dari jemaah-jemaahnya meski dia berdakwah dan memberi
tausiyah untuk tujuan yang mullia. Bila dikembalikan ke kehidupan kita, mungkin
kita pernah tidak menyukai seseorang. Ketidaksukaan itu akhirnya menelurkan
kerja sama tak seimbang antara mata, hati, dan pikiran. Mata yang melihat
seseorang itu berbuat baik, hati yang tidak suka kemudian membuat prasangka
hingga pikiran-pun ikut membantu prasangka buruk itu berkembang dengan
mendalilkan sebuah tujuan tersembunyi yang dalam bahasa sekarang disebut modus.
Contoh-contoh
inilah yang menuntun pemikiran baik tentang setan ini melambung. Tapi, kenapa
harus setan? Memangnya apa yang bisa ditiru dari setan hingga bisa dikatakan
dia sebagai guru untuk menjadi lebih baik? Bukannya setan itu musuh kita yang
nyata? Ya. Itu adalah pertanyaan dasarnya. Mari kembali ke tujuan awal dari
pemikiran ini; lihat sisi baiknya walaupun yang terlihat tak ada baiknya sama
sekali. Sadar atau tidak, ternyata setan itu punya banyak sisi baik yang sangat
inspiratif dan secara positif bisa dikatakan setan itu guru yang abstrak bagi
manusia yang tau setan itu siapa, apa, dan bagaimana. Bahkan, kalau memang kita
ingin betul-betul ingin jadi orang baik, menjadikan setan sebagai sosok yang
menginspirasi adalah cara yang tepat. Tanya kenapa? Berikut akan dibentangkan
beberapa pemikiran positif terhadap setan.
Poin pertama, SETAN ITU KRITIS dan
JUJUR. Tentu kisah pertama kali Nabi Adam diciptakan masih melekat dibenak kita.
Saat itu si setan diperintahkan berlutut kepada Nabi Adam, tapi setan membangkang.
Salah memang. Tapi jujur untuk sesuatu yang memang tak disukainya. Biasanya,
menyimpan amarah untuk suatu kejujuran yang tertahan kerap menyebabkan banyak
penyakit hati seperti prasangka, dengki, dan banyak lainnya. Sifat kritis setan
itu berhasil meloloskannya dari penyakit hati yang dipaparkan sebelumnya. Dari
sini, coba dikedepankan di kehidupan nyata manusia. Beranikah kita untuk jujur
dihadapan orang yang status sosialnya lebih tinggi dari kita tentang apa yang
tidak kita suka darinya? Beranikah kita mengkritik atasan (dosen, guru, orang
tua juga bisa) kalau kita tidak suka dengan kebijakan yang ada? Atau untuk yang
bekerja, beranikah mengkritik bos kalau beliau meminta anda melakukan apa yang seharusnya
tidak anda lakukan? Bisa ditebak, kata pasrah ‘daripada dipecat’ pun menguasai.
Bila dinilai secara baik, sadar atau tidak, setan telah mengajarkan kita untuk
menjadi kritis dan jujur dalam versi jeleknya. Karena kita adalah manusia yang
diciptakan dengan akal, tentu kita bisa memodifikasi kritikan kita dengan
benar. Dengan kata lain, tak mungkin kita mengkritik yang seharusnya benar dan
mengedepankan sesuatu yang sebenarnya salah.
Poin kedua,
SETAN ITU SABAR. Yang ini mudah sekali untuk dicontohkan. Uang haram itu,
uangnya setan. Makanan haram itu, makanannya setan. Minuman haram itu,
minumannya setan, pokoknya semua yang haram-haram itu milik setan. Nah, ketika
manusia mengambil duitnya setan (duit haram), meminum minuman setan (minuman
memabukkan), apakah setan marah? Bahkan ada orang marah-marah sampai-sampai
tega mengatakan “dasar anak setan”. Loh? Semua setan melongo dan bingung,
“Kenapa saya dibawa-bawa? Salah saya apa?” Tapi kenyataannya setan tidak marah.
Itu adalah bukti kalau setan itu penyabar. Selain itu, masih senada dengan poin
ini, setan itu bersabar menunggu peluang sekecil apapun untuk melaksanakan
niatnya. Kalau dibandingkan dengan manusia, rasanya jarang-jarang ada yang
betul-betul bersabar untuk mendapatkan kesempatan yang belum tentu didapat.
Tapi, setan bisa melakukan itu dengan sangat baik. Kenapa kita tidak belajar
kesabaran darinya?
Dua point tadi
mengantarkan kita ke poin ketiga, yaitu, SETAN ITU PANDAI BERSYUKUR (TAU DIRI).
Sepertinya ini yang paling susah bagi umat manusia mengingat sifatnya yang
cenderung tak pernah puas. Ironisnya, ketika orang lain setengah mati
mengharap, berusaha dan berdo’a tapi tidak mendapatkan apa-apa malah ada orang
yang diberi berkah itu malah dibuang sia-sia. Ada kasus manusia yang dianugrahi
bayi malah dibuang atau bahkan dibunuh. Dan bahkan ada juga manusia yang
durhaka kepada orang tuanya. Ini kan jelas-jelas bukti betapa manusia banyak
yang tidak bersyukur. Untung saja bernafas tidak pakai bayar. Kenapa tidak
belajar dari setan? Pernahkah pembaca mendengar ada setan yang membuang
anaknya? Pernah jugakah pembaca mendengar ada anak setan yang durhaka? Anak
setan itu berbakti semua, mengikuti perintah orang tuanya untuk menjalankan
profesi mereka sebagai setan. Sampai sekarang belum ada kisah yang membuktikan
bahwa ada setan yang durhaka kepada orang tuanya dan melawan profesi setan.
Tidak pernah ada. Jadi kalau ada diantara para pembaca sekalian yang
membangkang kepada orang tua, secara sederhana bisa dikatakan setan lebih baik dari
anda. Sebagai tambahan, setan itu tidak melewatkan kesempatan sekecil apapun.
Bisa memanfaatkan celah sekecil apapun untuk memuluskan rencananya. Terkadang,
ini yang sering terjadi pada manusia. Ketika hanya mendapatkan peluang yang
tidak sesuai harapan malah putus asa dan bahkan mundur. Bisa dibayangkan bila
semua pengangguran di dunia ini meniru karakter setan yang seperti ini.
Poin keempat, SETAN
ITU ISTIQOMAH DENGAN NIAT (FOKUS). Tentu tujuan adanya setan di dunia ini taka
sing lagi bagi manusia; ya, mengajak manusia bersama-sama mereka untuk tersesat
bersama. Atur alur pikir kita ke awal, ambil sisi positifnya. Bayangkan bila
niat kita itu baik dan bukan seperti niat setan tersebut, tentu Tuhan akan
menyenangi kita. Sederhananya begini, anda menemukan sebuah tempat yang indah,
tetapi anda ingin menikmatinya dengan orang lain, anda ingin semua orang merasakannya.
Atau, anda orang kaya, setelah anda naik haji satu kali, tahun-tahun berikutnya
anda mencari nafkah untuk memberangkatkan orang sekampung anda untuk naik haji satu
per satu tiap tahunnya. Tujuannya, anda ingin mengajak mereka untuk bersama
anda, menjadi sama-sama haji, untuk bersama-sama di surga-Nya kelak. Ingin
berbuat baik, istiqomah dan mengajak orang banyak untuk bersama-sama menjadi
orang baik. Ada manusia seperti itu, tapi belum tentu se-istiqomah setan dalam
melakukannya. Kembalikan lagi ke niat hidup kita, terapkan cara setan
memuluskannya dengan jalan yang disenangi Tuhan.
Akhirnya,
kesemuanya itu mengantarkan kita pada poin terakhir, yaitu yang kelima, SETAN
ITU KREATIF. Ini bagian favorit saya. Yang kita tau, setan itu punya banyak
cara untuk membuat kita mengiringi langkah mereka. Mungkin cara dan akal mereka
lebih banyak daripada jalan menuju Mekkah. Bayangkan saja jika yang memiliki akal
sebanyak itu adalah manusia dan digunakan untuk tujuan baik, neraka bisa sepi.
Apalagi bila ini diperindah lagi dengan poin keempat tadi, sempurna. Salah satu
ke-kreatifan setan adalah pembuatan sajadah; salah satu media ibadah umat
muslim. Sebagai pengguna sajadah, tentu kita sering menemui sajadah yang besar
dan kecil dengan berbagai macam gambar sebagai hiasannya. Kreatifnya setan,
dirayunya pembuat sajadah untuk membuat sajadah yang kecil, sedang, hingga
besar. Kelak setelah banyak sajadah itu terjual, di mesjid juga-lah pemakainya
berkumpul. Saat itu setan menyelinap diantara shaf itu dan merusak ketenangan
jama’ah. Merayu pemakai sajadah besar untuk menutupkan sedikit bagiannya
terhadap sajadah kecil disebelahnya, setan yang lainnya merayu si pemakai
sajadah kecil untuk jangan mau ‘ditindas’ oleh sajadah besar. Saling tindih
sajadah mungkin tak terelakkan. Andai terelakkan pun, aka nada penyakit hati
yang tersisa diantara keduanya. Rasa sombong di hati si pemakai sajadah besar,
rasa benci di hati si pemakai sajadah kecil. Begitu cerdas setan hingga masuk
ke semua ruang untuk memuluskan tujuan hidupnya. Seperti yang sempat tertera di
awal poin ini, andai saja kita bisa se-kreatif itu untuk menjalankan niat kita
dalam kebaikan.
Dari kesemua
artikel ini dari awal sampai akhir, dengan sederhana bisa disimpulkan, ada
orang pernah mengatakan “Bila ingin belajar bahasa Inggris, tinggallah di
Inggris”. Dan untuk menjadi orang baik, kenali dulu yang buruk dan paling
buruk. JADIKAN YANG BURUK ITU PELAJARAN AGAR KITA TAK MELAKUKAN HAL YANG SAMA. Dasarnya
ini bukan untuk menjadikan setan sebagai acuan, tapi hanya imbauan bahwa jangan
sampai kalah oleh setan dan waspadai cara kerja hati kita dalam menilai sesuatu.
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !