Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau,
terus menggesa proses penyidikan kasus tindak pidana korupsi proyek
pengembangan kawasan pelabuhan Tanjung Buton di Kabupaten Siak. Rabu (18/12/13)
pagi, tim penyidik melakukan pemeriksaan terhadap Yarlinda, Notaris PT Kawasan
Industri Tanjung Buton (KITB).
Pemeriksaan terhadap Yarlinda ini dibenarkan
oleh Kasi Penkum dan Humas Kejati Riau, Mukhzan SH kepada Riauterkini
siangnya.
"Guna melengkapi berkas tersangka Syafrudin
MT, mantan Dirut PT KITB. Tim penyidik memeriksa Yarlinda, terkait jual beli
Kapal. Yarlinda sendiri diperiksa oleh jaksa penyidik Rohim, ujar Mukhzan.
Dalam kasus ini, jaksa telah memeriksa sejumlah
saksi diantaranya mantan Bupati Siak, H Arwin AS, Direktur Utama Bank
Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS) Rifatul Ummah, Betty Royani, Direktur PT
Kreasi Laksana, Nana S Yusuf dan Direktur PT TBMS, Raden Fathan Kami,"
terang Mukhzan.
Seperti diketahui, kasus ini terungkap ketika
pihak Kejati Riau melakukan penyelidikan terhadap proyek pengembangan kawasan
Pelabuhan Tanjung Buton, Kabupaten Siak.
Dimana proyek yang menelan dana miliaran rupiah
ini, terindikasi adanya penyimpangan dana untuk pembelian kapal tanker.
Berawal, Untuk pengembangan kawasan pelabuhan
Tanjung Buton. Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Siak menganggarkan dana untuk
kawasan tersebut melalui perusahaan daerah (BUMD) PT Kawasan Industri Tanjung
Buton (PT KITB) sebesar Rp 37,5 miliar, yang terbagi dalam tiga tahap yakni
tahun 2004 sebesar Rp 1,5 miliar, tahun 2006 Rp 6 miliar dan 2007 Rp 30 miliar.
Namun anggaran sebesar Rp 37,5 miliar tersebut
tidak diperuntukan bagi kawasan pelabuhan. Melainkan dialihkan untuk
kepentingan lain. Dimana tahun 2008, PT KITB melakukan pembelian kapal
tanker.
Otomatis hal ini tersebut adanya kejanggalan.
Dari hasil penyelidikan, PT KITB melakukan pembelian kapal tanker senilai Rp 17
miliar kepada PT TBMS, yang nota bene PT TBMS ini merupakan bentukan dari PT
KITB dengan PT Miway Persada Makmur.
Selain itu PT KITB juga menempatkan dana kepada
BPRS Ummah (BPR Perusda) sebesar sebesar Rp 9 miliar, yang mana pada progres
ini tidak ada pada item kegiatan proyek kawasan pelabuhan Tanjung Buton.
Akibatnya, untuk kapal tanker, negara dirugikan sebesar 21 miliar, dan kerugian
penempatan dana di BPRS Umroh 4,5 miliar lebih. Dengan total kerugian negara
25,5 miliar.
Intinya uang
Perusahaan Daerah (perusda) Siak itu, tidak untuk mengelola pelabuhan.
Melainkan pembelian sebuah kapal. Selain itu, kapalnya pun tidak layak dan
tidak bisa beroperasional hingga menimbulkan kerugian negara sebesar Rp 25,5
miliar.(rhl)
0 komentar:
Speak up your mind
Tell us what you're thinking... !